Label

Rabu, 05 September 2012

ABC

Okay. Ini yang terakhir kalinya. Kataku dalam hati. Entah mengapa, aku selalu dibuat khawatir dengan suara tangisan anak perempuan itu. Aku melangkahkan kakiku menuju ruang rias mamaku. Ya, ini sudah yang kesekian kalinya aku mengecek kamar ini. Kamar ini sudah tidak pernah lagi di pakai mamaku sejak ia berhenti jadi model 3 tahun yang lalu. Sejak itu, suara tangisan itu semakin keras ku dengar. Aku perlahan membuka pintu kamar itu, perlahan ku menyalakan lampu, dan mulai melihat cermin oval besar itu. Seperti biasa, hanya ada bercak kaki dengan darah yang ada disana. Bercak itu seperti kaki yang berdiri di depan cermin. Setiap malam, jika aku mendengar suara tangisan itu dan menemukan darah itu, aku selalu memotonya, aku memoto jejak kaki itu. Sampai saat ini, sudah hampir 56 foto yang sudah kukumpulkan, ya tidak setiap hari ku periksa, namun, setiap bulan pasti setidaknya 2 kali atau lebih aku memeriksanya. Aku hapus jejak darah tersebut. Entah mengapa, aku sangat ingin mengambil gambar dari jejak tersebut. Setiap setahun sekali aku pasti mencetak foto foto tersebut, dan ku perhatikan. Ehm. Ya, memang, aku merasa bingung. Mengapa jejak itu semakin lama semakin besar juga ukurannya. Aneh, tapi aku tidak pernah menanyakan hal ini pada mama. Karena aku bertemu dengan mamaku saja jarang, mamaku sekarang tinggal di Chicago, menemani mertuanya yang sedang sakit. sudah hampir 5 tahun belakangan ini, ia selalu pulang pergi dari Chicago, Bali. Papaku pun bekerja di Jakarta, dan ia pun hanya setahun 2 kali pulang ke Bali. Ya, jika itu hari Natal, dan jika hari ulang tahunku. Itu saja. Aku selalu ditemani oleh pamanku, sebut saja Dion. Setiap hari dia datang untuk menemaniku, tapi jika sudah sore, dia pun pulang kembali ke apartemennya. Ya pamanku ini memang belum menikah, usianya baru 25 tahun. Masih muda rasanya untuk menikah.



          Hari ini entah mengapa, Dion mengajak pacarnya, Jessica, untuk menginap disini. Aku sangat suka dengan Jessica. Jessica sangat cantik, cerdas, dan ramah. Dia juga sering bercerita tentang misteri misteri dan cerita fantasi lainnya padaku. Jessica juga pintar memasak. Dia sering datang untuk membawakanku makanan. Dan hari ini, hari liburnya, jadi ia diajak menginap disini. Ini sudah ke lima kalinya ia menginap disini. Jessica tidur sekamar denganku, sedangkan Dion tidur di kamar tamu.
"Untuk malam yang sangat spesial ini, kamu mau makan apa sayang? " tanya Jessica padaku sambil membawa sutilnya. Aku yang tengah duduk di meja makan sambil mendengarkan walkman menjawab, "Ya apa saja yang penting berbau Chinese.". Ia pun lalu tersenyum dan mulai mengeluarkan mentega dan telur dari lemari es. Dion yang baru selesai mandi, ia pun segera mendekatiku dan duduk disampingku. "Hebat. Dengan telinga yang tertutup oleh Earphone dengan lagu yang menyala, masih bisa-bisanya menjawab pertanyaan. Entah apa telingamu yang terlalu sensitif, atau memang telingamu memang selalu sensitif jika sudah membicarakan tentang makanan." kata Dion sambil mengusap usap kepalanya dengan handuk karena habis keramas. Aku hanya tersenyum kecil melihatnya sambil menjulurkan setengah dari lidahku dan kembali lagi melihat layar Ipod ku. "Dasar." kata Dion sambil mengelus kepalaku dan lalu beranjak menuju dapur. "Jadi, mau masak apa?" tanya Dion sambil melihat ke arah kompor.


          " Ehm.. menurutmu? " tanya gadis yang berumur 24 tahun itu.

          "Tidak tahu, yang pasti itu sesuatu yang lezat." kata Dion sambil memberikan senyumnya pada Jessica.

          "Ya, terima kasih atas pujiannya, masakanku memang selalu lezat!" katanya, Dion pun hanya terkekeh mendengarnya.

          "Aku harap masakan itu tidak lama. Karena sudah dari 2 jam lalu aku mendengar teriakan kencang dari cacing cacing yang ada diperutku." kata Dion sambil megelus perutnya. Jessica pun hanya melirik lalu tersenyum. Dion pun pergi ke halaman belakang untuk menjemur handuknya.

        

          "Ya aaaakhirnyaaaaaaaaaaaaa... Makan malamku tibaaa!!" teriak Dion sambil mengambil sendok dan garpunya, setelah menunggu masakan yang kurang lebih 15 menit lamanya.

          "Ya, aku juga sudah lapar sekali. Dari sepulang sekolah tadi aku belum makan sama sekali. Karena aku tahu akan ada koki yang datang dan mengenyangkan perutku malam ini." kataku dengan raut wajah yang penuh kegirangan melihat makanan makanan itu mendekat padaku. Jessica pun membawakan satu per satu menu makanan hari ini. Ya, lengkap sudah. Ada ayam lada hitam, ikan gurame asam manis, dan sebagai penutup ia membuatkan jus pir dan apel. Hm.. Sungguh aku sangat bahagia jika melihat ada makanan makanan enak seperti ini di meja makan.



          Okay. Ini waktu yang tidak tepat bung. Tepat pada suapan yang ketiga, suara tangisan itu terdengar lagi. jelas ditelinga kami. "Ternyata masih.." kata Dion tiba-tiba. Aku pun terkejut, "Ha? Apa maksudmu?" tanyaku heran sambil menatap wajahnya. "Ya memang sudah waktunya kamu mengetahui ini semua.." kata Dion. Ia pun menghela napasnya.

          "Hm.. Dari mana aku harus memulainya? Hm… Begini, 10 tahun yang lalu, ada seorang gadis kecil bernama Emily. Emily sangat cantik, dan pintar. Emily juga sangat disayang oleh kedua orang tuanya, terutama neneknya. Karena Emily adalah cucu pertama yang sudah dinanti-nantikan selama berpuluh-puluh tahun oleh nenek. Apapun yang Emily mau, selalu dituruti. Sampai suatu ketika, Emily meminta dibelikan kotak musik, dengan boneka balerina kecil yang menari didalamnya jika dibuka, dan dengan diiringi lagu ABC. Emily sangat menyukai kotak musik itu. Setiap malam, selalu ia dengarkan sebelum ia tidur. Dengan senyuman, ia tertidur. Begitu terus setiap hari. Nenek pun sangat senang melihatnya. Sampai suatu ketika, karena terlalu sering digunakan, kotak musik itu pun rusak.  Emily pun sangat sedih. Ia jadi tidak semangat sekolah, tidak mau makan, dan pastinya, setiap malampun ia tidak pernah tersenyum lagi. Nenek pun sudah berusaha untuk membelikan kotak musik lain dengan bobeka balerina kecil yang menari didalamnya jika dibuka. Tapi Emily tidak mau. Ia suka dengan lagu ABC nya, dan di kotak musik lain hanya lagu Fur Elise yang didengar. Ia tidak menyukainya. Nenek pun sangat sedih dan bingung, akhirnya nenek pun mengajak Emily berdiri di depan cermin, sambil menyanyikan lagu ABC, dan berkata "Lihat lah dirimu, cobalah tersenyum, senyummu itu sebenarnya mengalahkan manisnya boneka balerina kecil itu jika menari. Dan nenek akan selalu menyanyikan lagu ABC untukmu agar nenek dapat melihat senyummu yang manis itu sayang. Bukankah dengan demikian, sama saja dengan kota musik itu? Senyumlah.." kata nenek. Dan mulaisaat itu, Emily bisa tersenyum kembali. Sejak saat itu, Emily memulai hari-harinya dengan bahagia, dan tanpa kesedihan lagi." jelas Dion. "lalu?" tanyaku penasaran.

           "Setelah beberapa bulan kemudian, Emily mengalami kecelakaan yang tak pernah terlupakan. Kejadian itu terjadi saat Emily sedang bermain dihalaman belakang sekolahnya, ia memainkan ayunan dengan teman-temannya. Ayunan yang ia ayunkan sangatlah kencang. Sampai-sampai tanpa sadar, tali pada salah satu bagian ayunan itu terputus, sehingga Emily terlempar 8 meter dari tempatnya, dan terbentur keras oleh pohon. Darah Emily pun bercucuran tak henti-hentinya mengalir deras. Emily tidak bisa tertolong. Ia pun meninggal ditempat. Mendengar hal ini, nenekpun sangat terkejut dan membuatnya terkena penyakit jantung akut. Sehingga ia harus berobat ke Chicago. Sudah 5 tahun belakangan ini penyakitnya tambah parah dan membutuhkan perhatian lebih. Maka dari itu mamamu berhenti bekerja menjadi model dan pergi menemani nenek." jelas Dion. Aku sungguh tak mengerti. "Maksudmu?"tanyaku.

          "Ya, Emily adalah kakakmu. Sejak kepergiannya, selalu ada suara tangisannya didepan cermin. Dengan jejak darah yang ada di depan cermin. Ia hanya merasa kesepian. Ia hanya merasa rindu sekarang." jelas Dion. Aku terkejut. Sangat terkejut. Ya, sekarang aku baru tahu.. Mengapa suara itu datang setiap malam.. Mengapa jejak itu berlumuran darah.. Mengapa mama harus ke Chicago.. Mengapa jejak itu makin lama, ukurannya makin besar.. itu semua karena ia makin tahun makin beranjak dewasa umurnya.. Aku mengetahui semua ini sekarang. Aku sangat merinding dan terkejut. Mengapa aku baru menyadarinya? Mengapa aku baru tahu? Mengapa? Aku hanya bisa menunduk termenung.

                            
                                                                                                                     By: Shiel
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar